penyebab fascioliasis di indonesia

Jumat, 08 April 2011

Fasciola gigantica
Fasciola gigantica adalah parasit yang cukup potensial penyebab fascioliasis atau distomatosis. Di Indonesia fascioliasis merupakan salah satu penyakit ternak yang telah lama dikenal dan tersebar secara luas. Keadaan alam Indonesia dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, dan ditunjang pula oleh sifatnya yang hemaprodit yakni berkelamin jantan dan betina akan mempercepat perkembangbiakan cacing hati tersebut. Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar metacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia.
Cacing memang memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh dan berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang basah atau lembab. Pada kondisi lingkungan yang basah atau lembab, perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Oleh karena itu,masyarakat perlu diberikan penyuluhan tentang pencegahan fascioliasis agar tidak dapat menyerang hewan ternak maupun manusia.
Sub kingdom   : Metazoa
Filum               : Platyhelminthes
Ordo                : Digenea
Family              : Fasciolidae
Kelas                : Trematoda
Genus              : Fasciola
Spesies             : Fasciola gigantica
Morfologi:
1.      Bentuk pipih seperti daun 
2.      Ventral sucker lebih besar dibanding oral sucker. 
3.      Panjang 25-75 mm dengan lebar 12 mm. 
4.      Berwarna:lebih transparan dibanding dengan Fasciola hepatica. 
Hospes definitive       : ruminansia (terutama sapi), kambing, domba didaerah beriklim tropis  kadang juga manusia
Hospes intermedier   : siput Lymnea rubiginosa ( di Indonesia disebut L. javanica).
Di Indonesia tidak ditemukan siput yang cocok sebagai hospes intermidier F. hepatica , maka di Indonesia cacing ini tidak ditemukan, kecuali sapi impor. Lymnea rubiginosa biasanya hidup dalam air jernih.
Habitat                       : Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu dan hati hospes definitive
Bentuk infektif          : Metaserkaria
Cara infeksi               : rumput/tanaman yang mengandung metacercaria dimakan oleh   ternak/orang
Penyakit                    : fascioliasis atau distomatosis
Siklus hidup
Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutama ruminansia kadang juga orang) -- cacing bertelur --keluar melalui saluran empedu -- keluar melalui feses -- telur berkembang membentuk meracidium dalam waktu 9-10 hari pada suhu optimum -- meracidium terdapat pada  hospes intermedier siput Lymnea rubiginosa -- berkembang menjadi cercaria. Cercaria keluar dari siputà menempel pada tanaman air/rumput/sayuran -- cercaria melepaskan ekornya -- membentuk metacercaria. Rumput/tanaman yang mengandung metacercaria -- dimakan oleh ternak/orang -- cacing akan menginfeksi hospes definitif -- berkembang menjadi cacing dewasa.
Gejala Klinis
•Migrasi cacing dewasa ke saluran empedu menimbulkan kerusakan pada parenkim hati.
•Saluran Empedu mengalami peradangan, penebalan dan sumbatan sehingga menimbulkan Sirosis periportal
Diagnosa
Penentuan diagnosa fascioliasis pada hewan dengan ditemukan  telur Fasciola, diagnosa juga diperkuat dengan kerusakan hati hewan yang mati .
Reaksi serologi 
Pengobatan
Hexachloroethane
•Hexachlorophene
•Nitroxynil
•Derivat Benzimidazol (Albendazol, Triclabendazol, Prebendazol, Febantel) Dosis 10-15 mg/kg BB untuk sapi dan kerbau, 10 mg/kg BB untuk domba dan kambing.
 
Epidemiologi 
Fasciola gigantica merupakan parasit asli Indonesia sedangkan F. hepatica datang ke Indonesia mungkin bersama-sama dengan di bawanya sapi perah FH dari Belanda.
Prevalensi penyakit ini pada ternak di  Jawa Barat dapat mencapai 90% dan di Daerah Istimewa Yogyakarta kasus kejadiannya antara 40-90%, maka perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya penularan penyakit ini pada manusia di Indonesia.
 


 


0 komentar:

Posting Komentar